Ns. Muhammad Solihin, S.Kep
Ruang Lingkup Pencegahan dan
Pemberantasan Penyakit:
- Imunisasi
- Surveilans epidemiologi
- TBC
- Malaria
- Kusta
- DBD
- Penanggulangan KLB
- ISPA/Pnemonia
- Filariasis
- AFP
- Diare
- Rabies/Gigitan Hewan Penular Rabies (HPR)
- Kesehatan Matra (Haji dan P. Bencana)
- Frambusia
- Leptospirosis
- HIV/AIDS
- Penyakit tidak menular (DM, hipertensi, dll).
Definisi epidemiologi menurut WHO (1989) adalah ilmu yang mempelajari distribusi dan determinan dari peristiwa kesehatan dan peristiwa yang berkaitan dengan kesehatan yang menimpa sekelompok masyarakat dan menerapkan ilmu tersebut untuk memecahkan masalah-masalah kesehatan.
Pengertian Surveilans (WHO) adalah proses pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi data secara sistematik dan terus menerus serta penyebaran informasi kepada unit yang membutuhkan untuk dapat mengambil tindakan.
Surveilans epidemiologi adalah kegiatan aalisis secara sistematis dan terus menerus terhadap penyakit atau masalah-masalah kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau masalah-masalah kesehatan tersebut, agar dapat melakukan tinakan penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan data, pengolahan dan penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggara program kesehatan.
Tujuan surveilans:
1. Menentukan data dasar/besarnya masalah kesehatan
2. Memantau atau mengetahui kecenderungan penyakit
3. Mengidentifikasi adanya kejadian luar biasa
4. Membuat rencana, pemantauan, penilaian atau evaluasi program kesehatan.
Subsistem surveilans epideiologi kesehatan:
c. Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular
d. Surveilans Epidemiologi Penyakit Tidak Menular
e. Surveilans Epidemiologi Kesehatan Lingkungan dan Perilaku
f. Surveilans Epidemiologi Masalah Kesehatan
g. Surveilans Epidemiologi Kesehatan Matra
Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1116/Menkes/SK/VIII/2003 tentan Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan.
Jenis-jenis penyakit yang diamati di Puskesmas (STP):
10. Kolera
11. Diare
12. Diare Berdarah
13. Tifus perut klinis
14. TB Paru BTA +
15. TB Paru Klinis
16. Kusta PB
17. Kusta MB
18. Campak
19. Difteri
20. Batuk Rejan
21. Tetanus
22. Hepatitis Klinis
23. Malaria Klinis
24. Malaria Vivax
25. Malaria Falsifarum
26. Malaria mix
27. Demam Berdarah Dengue
28. Demam Dengue
29. Pnemonia
30. Sifilis
31. Gonore
32. Frambusia
33. Filariasis
34. Influenza
Kejadian Luar Biasa (KLB) =
Definisi Kejadian Luar Biasa (KLB) = adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan/kematian yang bermakna secara epidmiologis dalam kurun waktu dan daerah tertentu.
Kriteria Kerja KLB:
1. Timbulnya suatu penyakit/menular yang sebelumnya tidak ada/tidak dikenal.
2. Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus menerus selama 3 kurun waktu
berturut-turut menurut jenis penyakitnya.
3. Peningkatan kejadian penyakit/kematian, 2 kali atau lebih dibandingkan
dengan periode sebelumnya.
4. Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikkan dua kali lipat
atau lebih bila dibandingkan dengan angka rata-rata perbulan dalam tahun
sebelumnya.
5. Angka rata-rata per bulan selama satu tahun menunjukkan kenaikan dua kali
lipat atau lebih dibanding dengan angka rata-rata perbulan dari tahun
sebelumnya.
6. Case Fatality Rate (CFR) dari suatu penyakit dalam suatu kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% atau lebih, dibanding dengan CFR dari periode sebelumnya.
7. Proposional Rate (PR) penderita baru dari suatu periode tertentu
menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih periode yang sama dalam kurun
waktu/tahun sebelumnya.
8. Beberapa penyakit khusus: kolera, DBD/DSS:
a. Setiap peningkatan kasus dari periode sebelumnya (pada daerah endemis)
b. Terdapat satu atau lebih penderita baru dimana pada periode 4 minggu
sebelumnya daerah tersebut dinyatakan bebas dari penyakit yang bersangkutan.
9. Beberapa penyakit yang dialami 1 atau lebih penderita: keracunan makanan,
keracunan pestisida.
Macam penyakit menular:
Penyakit karantina atau wabah (UU No.1 dan 2 tahun 1962): Kolera, Pes,§
Demam kuning, Deman bolak-balik, Tifus Bercak Wabah, Poliomielitis dan
Difteri).
Penyakit menular dengan potensi wabah tinggi: DBD, Diare, Campak, Pertusis§
dan Rabies, Avian Influenza, HIV/AIDS.
Penyakit menular dengan potensi wabah rendah: malaria, meningitis,§
frambusia, keracunan, influenza, ensefalitis, antraks, tetanus neonatorum
dan tifus abdominalis.
Penyakit menular yang tidak berpotensi wabah : kecacingan, lepra, TBC,§
Sifilis, Gonore dan Filariasis.
Penyelidikan epidemiologi KLB yaitu semua kegiatan yang dilakukan untuk memastikan adanya penderita penyakit yang dapat menimbulkan KLB, mengenai sifat-sifat penyebabnya dan faktor-fator yang mempengaruhi terjadinya dan penyebarluasannya.
Tujuan Penyelidikan Epidemiologi KLB adalah untuk menentukan jenis penyakit yang menimbulkan KLB dan cara-cara mencegah meluasnya daerah/populasi yang terkena dan caracara pemberantasannya.
3 M Plus adalah tindakan yang dilakukan secara teratur untuk memberantas jentik dan menghindari gigitan nyamuk Demam Berdarah dengan cara :
1. Menguras tempat-tempat penampungan air seperti : bak mandi / WC,
tempayan, ember, vas bunga, tempat minum burung dan lain-lain seminggu
sekali.
2. Menutup rapat semua tempat penampungan air seperti ember, gentong, drum
dan lain-lain.
3. Mengubur semua barang-barang bekas yang ada di sekitar / di luar rumah yang
dapat menampung air hujan.
Plus tindakan memberantas jentik dan menghindari gigitan nyamuk.
• Membunuh jentik nyamuk Demam Berdarah di tempat air yang sulit dikuras atau
sulit air dengan menaburkan bubuk Temephos (abate) atau Altosid 2 – 3 bulan
sekali dengan takaran 1 gram abate untuk 10 liter air atau 2,5 gram Altosid untuk
100 liter air. Abate dapat diperoleh/dibeli di puskesmas atau di apotik.
• Memelihara ikan pemakan jentik nyamuk.
• Mengusir nyamuk dengan menggunakan obat nyamuk
• Mencegah gigitan nyamuk dengan memakai obat nyamuk gosok
• Memasang kawat kasa pada jendela dan ventilasi.
• Tidak membiasakan menggantung pakaian di dalam kamar.
ERADIKASI CAMPAK
Penyakit campak sering juga disebut penyakit morbili atau measles. Definisi kasus campak klinis adalah kasus dengan gejala bercak kemerahan di tubuh berbentuk
makulo papular selama 3 hari atau lebih disertai panas badan 38 derajat C atau lebih (teraba panas) dan disertai salah satu gejala batuk pilek atau mata merah (WHO).
Pada sidang CDC/PAHO/WHO, tahun 1996 menyimpulkan bahwa penyakit campak dapat dieradikasi, karena satu-satunya pejamu (host) /reservoir campak hanya pada manusia, serta tersedia vaksin dengan potensi yang cukup tinggi yaitu effikasi vaksin 85%, dan diperkirakan eradikasi dapat dicapai 10-15 tahun setelah eliminasi.
WHO mencanangkan beberapa tahapan dalam upaya pemberantasan campak, dengan tekanan strategi yang berbeda-beda pada setiap tahap yaitu :
1.Tahap Reduksi
Tahap ini dibagi dalam 2 tahap :
a.Tahap pengendalian campak
Pada tahap ini ditandai dengan upaya peningkatan cakupan imunisasi campak rutin dan upaya imunisasi tambahan di daerah dengan morbiditas campak yang tinggi. Daerah-daerah ini masih merupakan daerah endemis campak, tetapi telah terjadi
penurunan insiden dan kematian, dengan pola epidemiologi kasus campak menunjukkan 2 puncak setiap tahun.
b.Tahap Pencegahan KLB
Cakupan imunisasi dapat dipertahankan tinggi > 80% dan merata, terjadi penurunan tajam kasus dan kematian, insiden campak telah bergeser kepada umur yang lebih tua, dengan interval KLB antara 4-8 tahun.
2. Tahap Eliminasi
Cakupan imunisasi sangat tinggi > 95% dan daerah-daerah dengan cakupan imunisasi rendah sudah sangat kecil jumlahnya. Kasus campak sudah jarang dan KLB hampir tidak pernah terjadi.
Anak-anak yang dicurigai rentan (tidak terlindung) harus diselidiki dan diberikan imuniasi campak.
3. Tahap Eradikasi.
Cakupan imunisasi sangat tinggi dan merata, serta kasus campak sudah tidak ditemukan. Transmisi virus campak sudah dapat diputuskan, dan negara-negara di dunia sudah memasuki tahap eliminasi.
Surveilans campak dilakukan untuk mengetahui permasalahan dalam penanggulangan campak yang meliputi :
1. Kelompok umur kasus campak
2. Status imunisasi kasus campak
3. Wilayah yang bermasalah serta waktu kejadian kasus campak
4. Memprediksi terjadinya KLB campak
Kegunaan data surveilans campak bagi program imunisasi :
1. Untuk mengevaluasi pelaksanaan kegiatan imunisasi campak
2. Memberikan arahan bagi program imunisasi dalam menentukan kebijakan imunisasi campak dan perencanaan dimasa mendatang secara tepat sesuai dengan permasalahan yang ditemukan oleh surveilans.
Peran petugas kesehatan dalam surveilans campak:
1. Melakukan pengobatan
2. Mencatat dan melaporkan setiap kasus campak ke Puskesmas / Dinas
Kesehatan setempat menggunakan form C1
3. Pastikan status imunisasi campak penderita telah tercatat.
4. Menanyakan pada keluarga penderita apakah ada penderita campak lain di
wilayahnya
5. Jika terdapat kasus, keluarga disarankan untuk membawa penderita campak
ke Puskesmas / pelayanan kesehatan setempat
Tatalaksana kasus campak:
1. Pengobatan simptomatik (atipiretik)
2. Pemberian antibiotik bila ada komplikasi, bila berat segera dirujuk ke RS
3. Pemberian vitamin A dosis tinggi (sesuai umur)
4. Perbaikan gizi
5. meningkatkan cakupan imunisasi campak/ring vaksinasi (program cepat,sweeping) pada desa-desa risiko tinggi.
Peran Puskesmas dalam Penanggulangan KLB Campak:
1. Setiap kasus campak yang datang ke Puskesmas, harus dicatat dalam formulir
C1, laporkan setiap bulan ke Kabupaten.
2. Setelah itu tanyakan apakah ada anak lain di sekitar penderita yang
mempunyai penyakit dengan gejala yang sama, bila ada, lakukan pelacakan.
3. Bila terdapat lebih dari 5 penderita dalam 4 minggu berturut-turut
mengelompokkan secara epidemiologis di wilayah puskesmas, lakukan
penyelidikan KLB menggunakan formulir C1 dan C2.
Definisi Kasus Campak Konfirmasi:
1. Pemeriksaan laboratorium serologis (IgM positip atau kenaikan titer antibodi 4
kali) dan atau isolasi virus campak positip.
2. Kasus campak yang mempunyai kontak langsung (hubungan epidemiologi)
dengan kasus konfirmasi, dalam periode waktu 1-2 minggu.
Definisi KLB campak
1. Tersangka KLB Campak
Adanya 5 atau lebih kasus tersangka campak dalam waktu 4 minggu
berturut-turut mengelompok dan mempunyai hubungan epidemiologis satu sama
lain.
2. KLB Campak Pasti
Apabila minimum 2 spesimen positif IgM campak dari hasil pemeriksaan kasus
pada tersangka KLB campak.
Tindakan Puskesmas bila terjadi tersangka KLB campak ?
1. Laporkan ke Dinas Kesehatan Kab/Kota
2. Lacak penderita bersama Kab/Kota menggunakan formulir C1 dan C2
3. Ambil specimen darah penderita sesuai pedoman, segera kirim ke Dinkes
Kabupaten / Kota
4. Analisa data, buat kesimpulan seperti tertera dalam peran Puskemas
5. Laporkan hasil penyelidikan KLB dan diskusikan dengan staf Puskesmas
dan Kabupaten
6. Buat laporan lengkap KLB setelah tidak ada lagi kasus tambahan selama
2x masa inkubasi (2×2 minggu). Laporkan ke Dinas Kesehatan
kabupaten/kota.
Menurut WHO, apabila ditemukan satu (1) kasus pada satu wilayah, maka kemungkinan ada 17-20 kasus di lapangan pada jumlah penduduk rentan yang tinggi.
Pada tahap reduksi campak dengan pencegahan KLB :
Pemeriksaan laboratorium dilakukan terhadap 10 - 15 kasus baru pada setiap KLB.
Populasi rentan (susceptible) atau tak terlindungi imunisasi campak dapat dihitung dengan rumus :
Prc = Px - 0,85 ( Cix .Px ) - BS - AM
Prc = Jumlah populasi rentan campak pada tahun (x)
Px = Jumlah populasi bayi pada tahun (x)
Ci.x = % cakupan imunisasi tahun (x)
BS = Jumlah Bayi sakit campak selama periode thn x
AM = Jurnlah Bayi meninggal selama periode tahun (x)
Cara pengambilan specimen darah pada tersangka KLB campak ?
1. Darah : ambil 3 – 5 ml darah vena pada tersangka penderita campak sebelum 28
hari setelah timbul rash, menggunakan syring 5 ml. Diamkan dalam suhu kamar
selama 1 jam. Ambil serum,masukkan ke dalam tabung khusus. LAli masukkan ke
dalam spesimen carier pada suhu 2 – 8 ° C.
2. Segera kirim ke propinsi atau laboratorium campak nasional
IMUNISASI
Tujuan kegiatan imunisasi:
1. Memberikan kekebalanpada bayi, anak dan ibu hamil dengan maksud menurunkan
angka kesakitan dan kematian serta mencegah akibat buruk lebih lanjut dari
PD3I.
2. Tercapainya Universal Child Immunization yaitu tercapainya cakupan
imunisasi dasar lengkap > 80% (1 dosis BCG, 3 dosis DPT, 4 dosois Polio,
1 dosis Campak dan 3 dosis Hepatitis B sebelum anak berusia 1 tahun).
3. Tercapainya Eliminasi Tetanus Neonatorum (insiden < 1 per 10.000 KH). 4. Tercapainya Eradikasi Poliomyelitis di seluruh Indonesia. 5. tercapainya reduksi Campak sebesar 90% dibandingkan sebelum program imunisasi dilakukan. Vaksin dibuat dari berbagai cara: Bibit penyakit yang dimatikan : bakteri pertusis§ Bibit penyakit yang dilemahkan: campak, polio, BCG§ Toksin yang diubah menjadi toksoid: TT dan DT§ Bioteknologi rekayasa genetika: Hepatitis B.§ Karakteristik vaksin: Jenis vaksin produksi PT. Bio Farma untuk program imunisasi saat ini adalah : • BCG (Basillus Calmette Guirene) dalam bentuk ampul berisi 20 dosis IP = 4 • Polio dalam bentuk vial berisi 10 dosis/5 cc IP = 8 • Campak dalam bentuk vial verisi 10 dosis/5 cc IP = 4 • TT (Tetanus Toxoid) dalam bentuk vial berisi 10 dosis/5 cc) IP = 8 • DT (Difteri Tetanus) dalam bentuk 10 dosis/5 cc) IP = 20 • DTP (Difteri, Tetanus, Pertusis) dalam bentuk vial berisi 10 dosis/5 cc IP = 6 • Hepatitis B dalam bentuk uniject berisi 1 dosis (0,5 cc) IP = 1 Sifat vaksin: 1. Vaksin yang rusak karena pembekuan: DPT, DT, TT, Hepatitis B 2.Vaksin yang tidak rusak karena pembekuan (boleh beku): BCG, Polio dan Campak. Kebijaksanaan penggunaan kembali vaksin yang telah dibuka adalah sebagai berikut : a. Vaksin DTP, DT, TT, Hep. B dan Polio dapat digunakan kembali hingga 4 minggu sejak vial vaksin dibuka. b. Vaksin campak karena tidak mengandung zat pengawet hanya boleh digunakan tidak lebih dari 6 jam sejak dilarutkan. Sedangkan vaksin BCG boleh digunakan hanya 3 jam setelah dilarutkan. c. Sisa vaksin dari lapangan seperti BCG, Campak, Polio, DTP, DT, TT dan Hep. B jangan disimpan dalam lemari es d. Sisa vaksin harus disimpan selama ± 1 bulan. Hal ini diperlukan untuk melacak bila terjadi kasus KIPI pada vaksin yang telah dipergunakan Uji mutu vaksin Mutu vaksin DPT yang baik: Bila didiamkan lama maka ada sedikit endapan pada dasarnya.§ Bila botol dimiringkan maka endapan mudah bergerak.§ Jika dikocok maka vaksin menjad berkabut. Kabut sangat halus dan tidak§ ada bintik-bintik. Kabut tersebut menjadi endapan lagi secara perlahan-lahan. Vaksin DPT dapat rusak kalau pernah beku. Untuk itu diperiksa dengan§ uji kocok. Uji kocok (shake test) vaksin DPT:
TIDAK PERNAH BEKU
Saat ini = Rata dan keruh
15 menit = Tetap rata dan keruh
30 menit = Mulai jernih tapi tidak ada endapan
60 menit = Sebagian jernih dan dengan endapan keruh bila digoyang
WAKTU PERNAH BEKU
Saat ini = Ada gumpalan kecil, sedikit keruh
15 menit = Ada endapan pada dasar botol
30 menit = Sebagian tetap jernih, ada endapan tebal
60 menit = Endapan tebal bergerak bila botol digoyang
5 DOSIS TT SEUMUR HIDUP
ANTIGEN INTERVAL PROTEKSI
TT1 0 tahun
4 minggu
TT2 3 tahun
6 bulan
TT3 5 tahun
1 tahun
TT4 10 tahun
1 tahun
TT5 > 25 Tahun
Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI)
Definisi KIPI
Menurut Komite Nasional Pengkajian dan Penaggulangan KIPI (KN PP KIPI), KIPI adalah semua kejadian sakit dan kematian yang terjadi dalam masa 1 bulan setelah imunisasi.
KN PP KIPI membagi penyebab KIPI menjadi 5 kelompok faktor etiologi menurut klasifikasi lapangan WHO Western Pacific (1999), yaitu:
1. Kesalahan program/teknik pelaksanaan (programmic errors)
2. Reaksi suntikan
3. Induksi vaksin (reaksi vaksin)
4. Faktor kebetulan (koinsiden)
5. Penyebab tidak diketahui
Imunisasi Pada Kelompok Resiko
Untuk mengurangi resiko timbulnya KIPI maka harus diperhatikan apakah resipien termasuk dalam kelompok resiko. Yang dimaksud dengan kelompok resiko adalah:
1. Anak yang mendapat reaksi simpang pada imunisasi terdahulu
Hal ini harus segera dilaporkan kepada Pokja KIPI setempat dan KN PP KIPI dengan mempergunakan formulir pelaporan yang telah tersedia untuk penanganan segera.
2. Bayi berat lahir rendah
Pada dasarnya jadwal imunisasi bayi kurang bulan sama dengan bayi cukup bulan. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada bayi kurang bulan adalah:
a) Titer imunitas pasif melalui transmisi maternal lebih rendah dari pada bayi cukup bulan
b) Apabila berat badan bayi sangat kecil (<1000 gram) imunisasi ditunda dan diberikan setelah bayi mencapai berat 2000 gram atau berumur 2 bulan; imunisasi hepatitis B diberikan pada umur 2 bulan atau lebih kecuali bila ibu mengandung HbsAg
c) Apabila bayi masih dirawat setelah umur 2 bulan, maka vaksin polio yang diberikan adalah suntikan IPV bila vaksin tersedia, sehingga tidak menyebabkan penyebaaran virus polio melaui tinja
3. Pasien imunokompromais
Keadaan imunokompromais dapat terjadi sebagai akibat penyakit dasar atau sebagai akibat pengobatan imunosupresan (kemoterapi, kortikosteroid jangka panjang). Jenis vaksin hidup merupakan indikasi kontra untuk pasien imunokompromais dapat diberikan IVP bila vaksin tersedia. Imunisasi tetap diberikan pada pengobatan kortikosteroid dosis kecil dan pemberian dalam waktu pendek. Tetapi imunisasi harus ditunda pada anak dengan pengobatan kortikosteroid sistemik dosis 2 mg/kg berat badan/hari atau prednison 20 mg/ kg berat badan/hari selama 14 hari. Imunisasi dapat diberikan setelah 1 bulan pengobatan kortikosteroid dihentikan atau 3 bulan setelah pemberian kemoterapi selesai.
4. Pada resipien yang mendapatkan human immunoglobulin
Imunisasi virus hidup diberikan setelah 3 bulan pengobatan utnuk menghindarkan hambatan pembentukan respons imun.
- Imunisasi
- Surveilans epidemiologi
- TBC
- Malaria
- Kusta
- DBD
- Penanggulangan KLB
- ISPA/Pnemonia
- Filariasis
- AFP
- Diare
- Rabies/Gigitan Hewan Penular Rabies (HPR)
- Kesehatan Matra (Haji dan P. Bencana)
- Frambusia
- Leptospirosis
- HIV/AIDS
- Penyakit tidak menular (DM, hipertensi, dll).
Definisi epidemiologi menurut WHO (1989) adalah ilmu yang mempelajari distribusi dan determinan dari peristiwa kesehatan dan peristiwa yang berkaitan dengan kesehatan yang menimpa sekelompok masyarakat dan menerapkan ilmu tersebut untuk memecahkan masalah-masalah kesehatan.
Pengertian Surveilans (WHO) adalah proses pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi data secara sistematik dan terus menerus serta penyebaran informasi kepada unit yang membutuhkan untuk dapat mengambil tindakan.
Surveilans epidemiologi adalah kegiatan aalisis secara sistematis dan terus menerus terhadap penyakit atau masalah-masalah kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau masalah-masalah kesehatan tersebut, agar dapat melakukan tinakan penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan data, pengolahan dan penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggara program kesehatan.
Tujuan surveilans:
1. Menentukan data dasar/besarnya masalah kesehatan
2. Memantau atau mengetahui kecenderungan penyakit
3. Mengidentifikasi adanya kejadian luar biasa
4. Membuat rencana, pemantauan, penilaian atau evaluasi program kesehatan.
Subsistem surveilans epideiologi kesehatan:
c. Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular
d. Surveilans Epidemiologi Penyakit Tidak Menular
e. Surveilans Epidemiologi Kesehatan Lingkungan dan Perilaku
f. Surveilans Epidemiologi Masalah Kesehatan
g. Surveilans Epidemiologi Kesehatan Matra
Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1116/Menkes/SK/VIII/2003 tentan Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan.
Jenis-jenis penyakit yang diamati di Puskesmas (STP):
10. Kolera
11. Diare
12. Diare Berdarah
13. Tifus perut klinis
14. TB Paru BTA +
15. TB Paru Klinis
16. Kusta PB
17. Kusta MB
18. Campak
19. Difteri
20. Batuk Rejan
21. Tetanus
22. Hepatitis Klinis
23. Malaria Klinis
24. Malaria Vivax
25. Malaria Falsifarum
26. Malaria mix
27. Demam Berdarah Dengue
28. Demam Dengue
29. Pnemonia
30. Sifilis
31. Gonore
32. Frambusia
33. Filariasis
34. Influenza
Kejadian Luar Biasa (KLB) =
Definisi Kejadian Luar Biasa (KLB) = adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan/kematian yang bermakna secara epidmiologis dalam kurun waktu dan daerah tertentu.
Kriteria Kerja KLB:
1. Timbulnya suatu penyakit/menular yang sebelumnya tidak ada/tidak dikenal.
2. Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus menerus selama 3 kurun waktu
berturut-turut menurut jenis penyakitnya.
3. Peningkatan kejadian penyakit/kematian, 2 kali atau lebih dibandingkan
dengan periode sebelumnya.
4. Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikkan dua kali lipat
atau lebih bila dibandingkan dengan angka rata-rata perbulan dalam tahun
sebelumnya.
5. Angka rata-rata per bulan selama satu tahun menunjukkan kenaikan dua kali
lipat atau lebih dibanding dengan angka rata-rata perbulan dari tahun
sebelumnya.
6. Case Fatality Rate (CFR) dari suatu penyakit dalam suatu kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% atau lebih, dibanding dengan CFR dari periode sebelumnya.
7. Proposional Rate (PR) penderita baru dari suatu periode tertentu
menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih periode yang sama dalam kurun
waktu/tahun sebelumnya.
8. Beberapa penyakit khusus: kolera, DBD/DSS:
a. Setiap peningkatan kasus dari periode sebelumnya (pada daerah endemis)
b. Terdapat satu atau lebih penderita baru dimana pada periode 4 minggu
sebelumnya daerah tersebut dinyatakan bebas dari penyakit yang bersangkutan.
9. Beberapa penyakit yang dialami 1 atau lebih penderita: keracunan makanan,
keracunan pestisida.
Macam penyakit menular:
Penyakit karantina atau wabah (UU No.1 dan 2 tahun 1962): Kolera, Pes,§
Demam kuning, Deman bolak-balik, Tifus Bercak Wabah, Poliomielitis dan
Difteri).
Penyakit menular dengan potensi wabah tinggi: DBD, Diare, Campak, Pertusis§
dan Rabies, Avian Influenza, HIV/AIDS.
Penyakit menular dengan potensi wabah rendah: malaria, meningitis,§
frambusia, keracunan, influenza, ensefalitis, antraks, tetanus neonatorum
dan tifus abdominalis.
Penyakit menular yang tidak berpotensi wabah : kecacingan, lepra, TBC,§
Sifilis, Gonore dan Filariasis.
Penyelidikan epidemiologi KLB yaitu semua kegiatan yang dilakukan untuk memastikan adanya penderita penyakit yang dapat menimbulkan KLB, mengenai sifat-sifat penyebabnya dan faktor-fator yang mempengaruhi terjadinya dan penyebarluasannya.
Tujuan Penyelidikan Epidemiologi KLB adalah untuk menentukan jenis penyakit yang menimbulkan KLB dan cara-cara mencegah meluasnya daerah/populasi yang terkena dan caracara pemberantasannya.
3 M Plus adalah tindakan yang dilakukan secara teratur untuk memberantas jentik dan menghindari gigitan nyamuk Demam Berdarah dengan cara :
1. Menguras tempat-tempat penampungan air seperti : bak mandi / WC,
tempayan, ember, vas bunga, tempat minum burung dan lain-lain seminggu
sekali.
2. Menutup rapat semua tempat penampungan air seperti ember, gentong, drum
dan lain-lain.
3. Mengubur semua barang-barang bekas yang ada di sekitar / di luar rumah yang
dapat menampung air hujan.
Plus tindakan memberantas jentik dan menghindari gigitan nyamuk.
• Membunuh jentik nyamuk Demam Berdarah di tempat air yang sulit dikuras atau
sulit air dengan menaburkan bubuk Temephos (abate) atau Altosid 2 – 3 bulan
sekali dengan takaran 1 gram abate untuk 10 liter air atau 2,5 gram Altosid untuk
100 liter air. Abate dapat diperoleh/dibeli di puskesmas atau di apotik.
• Memelihara ikan pemakan jentik nyamuk.
• Mengusir nyamuk dengan menggunakan obat nyamuk
• Mencegah gigitan nyamuk dengan memakai obat nyamuk gosok
• Memasang kawat kasa pada jendela dan ventilasi.
• Tidak membiasakan menggantung pakaian di dalam kamar.
ERADIKASI CAMPAK
Penyakit campak sering juga disebut penyakit morbili atau measles. Definisi kasus campak klinis adalah kasus dengan gejala bercak kemerahan di tubuh berbentuk
makulo papular selama 3 hari atau lebih disertai panas badan 38 derajat C atau lebih (teraba panas) dan disertai salah satu gejala batuk pilek atau mata merah (WHO).
Pada sidang CDC/PAHO/WHO, tahun 1996 menyimpulkan bahwa penyakit campak dapat dieradikasi, karena satu-satunya pejamu (host) /reservoir campak hanya pada manusia, serta tersedia vaksin dengan potensi yang cukup tinggi yaitu effikasi vaksin 85%, dan diperkirakan eradikasi dapat dicapai 10-15 tahun setelah eliminasi.
WHO mencanangkan beberapa tahapan dalam upaya pemberantasan campak, dengan tekanan strategi yang berbeda-beda pada setiap tahap yaitu :
1.Tahap Reduksi
Tahap ini dibagi dalam 2 tahap :
a.Tahap pengendalian campak
Pada tahap ini ditandai dengan upaya peningkatan cakupan imunisasi campak rutin dan upaya imunisasi tambahan di daerah dengan morbiditas campak yang tinggi. Daerah-daerah ini masih merupakan daerah endemis campak, tetapi telah terjadi
penurunan insiden dan kematian, dengan pola epidemiologi kasus campak menunjukkan 2 puncak setiap tahun.
b.Tahap Pencegahan KLB
Cakupan imunisasi dapat dipertahankan tinggi > 80% dan merata, terjadi penurunan tajam kasus dan kematian, insiden campak telah bergeser kepada umur yang lebih tua, dengan interval KLB antara 4-8 tahun.
2. Tahap Eliminasi
Cakupan imunisasi sangat tinggi > 95% dan daerah-daerah dengan cakupan imunisasi rendah sudah sangat kecil jumlahnya. Kasus campak sudah jarang dan KLB hampir tidak pernah terjadi.
Anak-anak yang dicurigai rentan (tidak terlindung) harus diselidiki dan diberikan imuniasi campak.
3. Tahap Eradikasi.
Cakupan imunisasi sangat tinggi dan merata, serta kasus campak sudah tidak ditemukan. Transmisi virus campak sudah dapat diputuskan, dan negara-negara di dunia sudah memasuki tahap eliminasi.
Surveilans campak dilakukan untuk mengetahui permasalahan dalam penanggulangan campak yang meliputi :
1. Kelompok umur kasus campak
2. Status imunisasi kasus campak
3. Wilayah yang bermasalah serta waktu kejadian kasus campak
4. Memprediksi terjadinya KLB campak
Kegunaan data surveilans campak bagi program imunisasi :
1. Untuk mengevaluasi pelaksanaan kegiatan imunisasi campak
2. Memberikan arahan bagi program imunisasi dalam menentukan kebijakan imunisasi campak dan perencanaan dimasa mendatang secara tepat sesuai dengan permasalahan yang ditemukan oleh surveilans.
Peran petugas kesehatan dalam surveilans campak:
1. Melakukan pengobatan
2. Mencatat dan melaporkan setiap kasus campak ke Puskesmas / Dinas
Kesehatan setempat menggunakan form C1
3. Pastikan status imunisasi campak penderita telah tercatat.
4. Menanyakan pada keluarga penderita apakah ada penderita campak lain di
wilayahnya
5. Jika terdapat kasus, keluarga disarankan untuk membawa penderita campak
ke Puskesmas / pelayanan kesehatan setempat
Tatalaksana kasus campak:
1. Pengobatan simptomatik (atipiretik)
2. Pemberian antibiotik bila ada komplikasi, bila berat segera dirujuk ke RS
3. Pemberian vitamin A dosis tinggi (sesuai umur)
4. Perbaikan gizi
5. meningkatkan cakupan imunisasi campak/ring vaksinasi (program cepat,sweeping) pada desa-desa risiko tinggi.
Peran Puskesmas dalam Penanggulangan KLB Campak:
1. Setiap kasus campak yang datang ke Puskesmas, harus dicatat dalam formulir
C1, laporkan setiap bulan ke Kabupaten.
2. Setelah itu tanyakan apakah ada anak lain di sekitar penderita yang
mempunyai penyakit dengan gejala yang sama, bila ada, lakukan pelacakan.
3. Bila terdapat lebih dari 5 penderita dalam 4 minggu berturut-turut
mengelompokkan secara epidemiologis di wilayah puskesmas, lakukan
penyelidikan KLB menggunakan formulir C1 dan C2.
Definisi Kasus Campak Konfirmasi:
1. Pemeriksaan laboratorium serologis (IgM positip atau kenaikan titer antibodi 4
kali) dan atau isolasi virus campak positip.
2. Kasus campak yang mempunyai kontak langsung (hubungan epidemiologi)
dengan kasus konfirmasi, dalam periode waktu 1-2 minggu.
Definisi KLB campak
1. Tersangka KLB Campak
Adanya 5 atau lebih kasus tersangka campak dalam waktu 4 minggu
berturut-turut mengelompok dan mempunyai hubungan epidemiologis satu sama
lain.
2. KLB Campak Pasti
Apabila minimum 2 spesimen positif IgM campak dari hasil pemeriksaan kasus
pada tersangka KLB campak.
Tindakan Puskesmas bila terjadi tersangka KLB campak ?
1. Laporkan ke Dinas Kesehatan Kab/Kota
2. Lacak penderita bersama Kab/Kota menggunakan formulir C1 dan C2
3. Ambil specimen darah penderita sesuai pedoman, segera kirim ke Dinkes
Kabupaten / Kota
4. Analisa data, buat kesimpulan seperti tertera dalam peran Puskemas
5. Laporkan hasil penyelidikan KLB dan diskusikan dengan staf Puskesmas
dan Kabupaten
6. Buat laporan lengkap KLB setelah tidak ada lagi kasus tambahan selama
2x masa inkubasi (2×2 minggu). Laporkan ke Dinas Kesehatan
kabupaten/kota.
Menurut WHO, apabila ditemukan satu (1) kasus pada satu wilayah, maka kemungkinan ada 17-20 kasus di lapangan pada jumlah penduduk rentan yang tinggi.
Pada tahap reduksi campak dengan pencegahan KLB :
Pemeriksaan laboratorium dilakukan terhadap 10 - 15 kasus baru pada setiap KLB.
Populasi rentan (susceptible) atau tak terlindungi imunisasi campak dapat dihitung dengan rumus :
Prc = Px - 0,85 ( Cix .Px ) - BS - AM
Prc = Jumlah populasi rentan campak pada tahun (x)
Px = Jumlah populasi bayi pada tahun (x)
Ci.x = % cakupan imunisasi tahun (x)
BS = Jumlah Bayi sakit campak selama periode thn x
AM = Jurnlah Bayi meninggal selama periode tahun (x)
Cara pengambilan specimen darah pada tersangka KLB campak ?
1. Darah : ambil 3 – 5 ml darah vena pada tersangka penderita campak sebelum 28
hari setelah timbul rash, menggunakan syring 5 ml. Diamkan dalam suhu kamar
selama 1 jam. Ambil serum,masukkan ke dalam tabung khusus. LAli masukkan ke
dalam spesimen carier pada suhu 2 – 8 ° C.
2. Segera kirim ke propinsi atau laboratorium campak nasional
IMUNISASI
Tujuan kegiatan imunisasi:
1. Memberikan kekebalanpada bayi, anak dan ibu hamil dengan maksud menurunkan
angka kesakitan dan kematian serta mencegah akibat buruk lebih lanjut dari
PD3I.
2. Tercapainya Universal Child Immunization yaitu tercapainya cakupan
imunisasi dasar lengkap > 80% (1 dosis BCG, 3 dosis DPT, 4 dosois Polio,
1 dosis Campak dan 3 dosis Hepatitis B sebelum anak berusia 1 tahun).
3. Tercapainya Eliminasi Tetanus Neonatorum (insiden < 1 per 10.000 KH). 4. Tercapainya Eradikasi Poliomyelitis di seluruh Indonesia. 5. tercapainya reduksi Campak sebesar 90% dibandingkan sebelum program imunisasi dilakukan. Vaksin dibuat dari berbagai cara: Bibit penyakit yang dimatikan : bakteri pertusis§ Bibit penyakit yang dilemahkan: campak, polio, BCG§ Toksin yang diubah menjadi toksoid: TT dan DT§ Bioteknologi rekayasa genetika: Hepatitis B.§ Karakteristik vaksin: Jenis vaksin produksi PT. Bio Farma untuk program imunisasi saat ini adalah : • BCG (Basillus Calmette Guirene) dalam bentuk ampul berisi 20 dosis IP = 4 • Polio dalam bentuk vial berisi 10 dosis/5 cc IP = 8 • Campak dalam bentuk vial verisi 10 dosis/5 cc IP = 4 • TT (Tetanus Toxoid) dalam bentuk vial berisi 10 dosis/5 cc) IP = 8 • DT (Difteri Tetanus) dalam bentuk 10 dosis/5 cc) IP = 20 • DTP (Difteri, Tetanus, Pertusis) dalam bentuk vial berisi 10 dosis/5 cc IP = 6 • Hepatitis B dalam bentuk uniject berisi 1 dosis (0,5 cc) IP = 1 Sifat vaksin: 1. Vaksin yang rusak karena pembekuan: DPT, DT, TT, Hepatitis B 2.Vaksin yang tidak rusak karena pembekuan (boleh beku): BCG, Polio dan Campak. Kebijaksanaan penggunaan kembali vaksin yang telah dibuka adalah sebagai berikut : a. Vaksin DTP, DT, TT, Hep. B dan Polio dapat digunakan kembali hingga 4 minggu sejak vial vaksin dibuka. b. Vaksin campak karena tidak mengandung zat pengawet hanya boleh digunakan tidak lebih dari 6 jam sejak dilarutkan. Sedangkan vaksin BCG boleh digunakan hanya 3 jam setelah dilarutkan. c. Sisa vaksin dari lapangan seperti BCG, Campak, Polio, DTP, DT, TT dan Hep. B jangan disimpan dalam lemari es d. Sisa vaksin harus disimpan selama ± 1 bulan. Hal ini diperlukan untuk melacak bila terjadi kasus KIPI pada vaksin yang telah dipergunakan Uji mutu vaksin Mutu vaksin DPT yang baik: Bila didiamkan lama maka ada sedikit endapan pada dasarnya.§ Bila botol dimiringkan maka endapan mudah bergerak.§ Jika dikocok maka vaksin menjad berkabut. Kabut sangat halus dan tidak§ ada bintik-bintik. Kabut tersebut menjadi endapan lagi secara perlahan-lahan. Vaksin DPT dapat rusak kalau pernah beku. Untuk itu diperiksa dengan§ uji kocok. Uji kocok (shake test) vaksin DPT:
TIDAK PERNAH BEKU
Saat ini = Rata dan keruh
15 menit = Tetap rata dan keruh
30 menit = Mulai jernih tapi tidak ada endapan
60 menit = Sebagian jernih dan dengan endapan keruh bila digoyang
WAKTU PERNAH BEKU
Saat ini = Ada gumpalan kecil, sedikit keruh
15 menit = Ada endapan pada dasar botol
30 menit = Sebagian tetap jernih, ada endapan tebal
60 menit = Endapan tebal bergerak bila botol digoyang
5 DOSIS TT SEUMUR HIDUP
ANTIGEN INTERVAL PROTEKSI
TT1 0 tahun
4 minggu
TT2 3 tahun
6 bulan
TT3 5 tahun
1 tahun
TT4 10 tahun
1 tahun
TT5 > 25 Tahun
Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI)
Definisi KIPI
Menurut Komite Nasional Pengkajian dan Penaggulangan KIPI (KN PP KIPI), KIPI adalah semua kejadian sakit dan kematian yang terjadi dalam masa 1 bulan setelah imunisasi.
KN PP KIPI membagi penyebab KIPI menjadi 5 kelompok faktor etiologi menurut klasifikasi lapangan WHO Western Pacific (1999), yaitu:
1. Kesalahan program/teknik pelaksanaan (programmic errors)
2. Reaksi suntikan
3. Induksi vaksin (reaksi vaksin)
4. Faktor kebetulan (koinsiden)
5. Penyebab tidak diketahui
Imunisasi Pada Kelompok Resiko
Untuk mengurangi resiko timbulnya KIPI maka harus diperhatikan apakah resipien termasuk dalam kelompok resiko. Yang dimaksud dengan kelompok resiko adalah:
1. Anak yang mendapat reaksi simpang pada imunisasi terdahulu
Hal ini harus segera dilaporkan kepada Pokja KIPI setempat dan KN PP KIPI dengan mempergunakan formulir pelaporan yang telah tersedia untuk penanganan segera.
2. Bayi berat lahir rendah
Pada dasarnya jadwal imunisasi bayi kurang bulan sama dengan bayi cukup bulan. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada bayi kurang bulan adalah:
a) Titer imunitas pasif melalui transmisi maternal lebih rendah dari pada bayi cukup bulan
b) Apabila berat badan bayi sangat kecil (<1000 gram) imunisasi ditunda dan diberikan setelah bayi mencapai berat 2000 gram atau berumur 2 bulan; imunisasi hepatitis B diberikan pada umur 2 bulan atau lebih kecuali bila ibu mengandung HbsAg
c) Apabila bayi masih dirawat setelah umur 2 bulan, maka vaksin polio yang diberikan adalah suntikan IPV bila vaksin tersedia, sehingga tidak menyebabkan penyebaaran virus polio melaui tinja
3. Pasien imunokompromais
Keadaan imunokompromais dapat terjadi sebagai akibat penyakit dasar atau sebagai akibat pengobatan imunosupresan (kemoterapi, kortikosteroid jangka panjang). Jenis vaksin hidup merupakan indikasi kontra untuk pasien imunokompromais dapat diberikan IVP bila vaksin tersedia. Imunisasi tetap diberikan pada pengobatan kortikosteroid dosis kecil dan pemberian dalam waktu pendek. Tetapi imunisasi harus ditunda pada anak dengan pengobatan kortikosteroid sistemik dosis 2 mg/kg berat badan/hari atau prednison 20 mg/ kg berat badan/hari selama 14 hari. Imunisasi dapat diberikan setelah 1 bulan pengobatan kortikosteroid dihentikan atau 3 bulan setelah pemberian kemoterapi selesai.
4. Pada resipien yang mendapatkan human immunoglobulin
Imunisasi virus hidup diberikan setelah 3 bulan pengobatan utnuk menghindarkan hambatan pembentukan respons imun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar